80s toys - Atari. I still have

Malaikat Kecil

Seorang anak menengadahkan tangannya yang berisi permen kepada dua sahabatnya, dengan maksud menawarkan dua permennya kepada mereka. Dilihat dari penampilannya dia bukan anak yang dilahirkan dari keluarga yang sehat secara ekonomi, tanpa alas kaki, bajunya terlihat kumal, sepertinya ibunya hanya mencuci menggunakan sabun colek, tidak seperti kebanyakan ibu-ibu lainnya yang memakai detergen yang iklannya sering muncul di televisi.
Entah apa yang ada dipikiran si anak, sehingga rela berbagi manisnya permen kepada kedua temannya itu, padahal kalau saja dia simpan di sakunya bisa untuk dimakan besok atau dihabiskan sendiri pada saat itu. Seperti malaikat kecil saja, gumamku dalam hati.
Belakangan diketahui bapaknya hanya pekerja serabutan, tidak tentu pekerjaannya begitupun hasilnya, tak menyangka seorang bapak yang berperawakan kurus ini telah mempunyai tiga orang anak, pemberi permen tadi anak yang paling kecil, usianya sekitar 4 tahunan.
Tanpa kita sadari diseklilingi kita banyak anak kecil yang hatinya menyerupai malaikat. Sosok kecil yang tak segan-segan berbuat baik tanpa ada motif apa-apa dibaliknya. Malaikat kecil ini sering luput dari perhatian kita, betapa mulia dan ikhlasnya mereka dalam berbuat. Mereka belum terkontaminasi oleh nilai-nilai buruk keserakahan, ketamakan, kesombongan, kekuasaan dan nilai-nilai buruk lainnya yang membuat orang dewasa terjebak kepada kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan lingkungannya.
Ketulusan seorang anak terbukti melalui dua buah permen yang ia bagikan kepada sahabatnya sebagai symbol pengorbanan, keikhlasan dan ketulusan membagi kebahagiaan kepada sesamanya.
Ternyata kita terlalu memandang jauh keluar sana untuk sekedar mencari teladan, padahal di rumah kita ada malaikat kecil yang patut kita teladani akhlaknya. Sosok kecil yang terkadang dibuat menangis oleh kita karena kesalahan sepele, makhluk kecil yang tidak segan-segan kita tolak permintaannya padahal sangat berarti buat dia.
Anak kecil saja bisa menunjukan akhlak mulianya di depan kita, bagaimana dengan orang-orang dewasa yang mempunyai titel pendidikan seabreg, mempunyai jabatan yang berpengaruh, mempunyai sertifikat pelatihan kepribadian yang terkenal. Jangan sampai semua itu dikalahkan oleh seorang anak yang mengenyam bangku sekolahpun belum.

Back to posts
Comments:

Post a comment